Cerpen "6 Tapi Ganjil" Part 2

Posted by Unknown On 6:08 AM 1 comment
Who wants the next part of "6 Tapi Ganjil"? Hehehe. This is the last part. So, bagi yang tertarik dengan cerita ini, kalian gak harus nunggu lagi. Cie gak waiting lagi cie ;p Okey, ini dia gue persembahkan *wesss* ...........

Part 2. Enjoy! xx            

 

            Kata orang – orang, selalu ada hikmah dibalik setiap masalah. Tapi aku tidak mengerti untuk masalah yang satu ini. Aku belum menyelesaikan masalah yang kemarin, sekarang masalah yang baru sudah datang tanpa diudang. Paras mulai menjauhi kami. Aku sulit untuk mempercayainya. Aku berfikir apakah dia ingin memberiku atau yang lainnya kejutan? Tapi ulang tahunku sudah lewat. Yang lain juga. Tinggal dialah yang belum ulang tahun di tahun ini. Jadi kenapa? Kenapa dia menjauhi kami? Aku benar – benar pusing. Aku tidak tahu harus bagaimana sekarang. Aku lelah. Sudah sangat amat lelah dengan semua ini. Haruskah berakhir? Hanya sampai disini saja kah?
            “Timeh, kira – kira Paras kenapa ya? Dia ngejauhin kita. Tapi malah makin dekat dengan Silmy.” Tanyaku muram. “Aku juga nggak tahu, Ley. Aku bingung. Kita punya banyak sekali masalah sekarang.” jawab Timeh. “Kenapa bisa jadi seperti ini ya Meh? Aku kangen kita yang dulu. Apakah kita tidak punya kesempatan untuk bisa seperti dulu lagi? Bahkan sebelum kita lulus?” tanyaku. Mungkin aku bertanya lebih kepada diriku sendiri bukan kepada Timeh. Jam pelajaran dimulai. Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana di kelas kepada Paras. Aku bingung. Semua ini betul – betul melelahkan. Mungkin memang sudah saatnya GOLD hancur. Aku juga tidak tahu. Dan aku juga sama sekali tidak ingin hal itu terjadi. Tapi bagaimana kalau itu memang sudah takdir kami?

***
            “Kamu masih mending hanya didiami saja, Ley. Sementara aku? Dia buang muka juga bertemu aku. Seakan – akan aku ini benda menjijikan yang tidak pantas untuk dilihat olehnya.” Celoteh Lila kepada aku, Mutia, dan Timeh. Kami semua bingung dengan “Paras yang baru”. Tapi sepertinya Mutia tidak terlalu peduli akan hal itu. Karena waktu kelas 8 mereka pernah bertengkar. Tapi mereka kan sudah saling meminta maaf. Mungkin inilah penyebab mengapa kami menjadi seperti ini sekarang. “Yaudah lah. Biarkan saja. Bagaimana kalau GOLD dilebur saja? Jadinya hanya kita berempat. Bagaimana kalau tambah Tissa?” kata Mutia.
            Perkataan Mutia tadi bukannya meringankan masalah, malah membuatku semakin kalut. Saran yang ia berikan sama sekali tidak membantu menurutku. Oh ya, Tissa adalah murid baru waktu kelas 8. Dia mulai berteman dengan Mutia saat Mutia punya masalah dengan kami. Dulu aku tidak suka padanya. Karena kehadirannya membuat kami menjadi semakin rumit. Tapi sekarang hubunganku dengan dia sudah membaik. Dia merupakan anak yang baik dan lugu. Namun dapat berubah menjadi manusia yang menjengkelkan di saat – saat yang tidak baik, hehehehe.
            “Bagaimana?” Tanya Mutia lagi. “Aduh jangan gila deh Mut. Masalah yang sekarang saja sudah sukses membuatku sakit kepala. Kepalaku akan pecah jika ditambah masalah baru lagi.” Jawab Lila. Aku dan Timeh mengangguk. Ternyata pikiran kami sama. Syukurlah. Aku tidak bisa membayangkan jika hanya aku yang tidak setuju. Rencana gila itu pasti akan benar – benar dilakukan. Dan setelah itu? Aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi setelah itu. Pasti aku akan berharap agar dapat menghilang dari semuanya.

***
            Malam itu perasaanku kacau sekali. Aku tidak mengerti dengan apa yang ada dalam pikiran Mutia. Dia melanggar janji. Dan aku tidak suka orang yang melanggar janji. Menurutku, jika seseorang tidak dapat memenuhi suatu perjanjian, lebih baik dia katakan saja terus terang. Daripada harus seperti ini. Dia bilang dia mau mendekati Leo dan memberitahu semua informasi tentang Leo yang dia dapat kepadaku. Padahal aku tidak memintanya. Dialah yang menawarkan bantuan.
                                   
“Mutia, kamu lagi chat sama Leo?”

“Iya, Ley.”

“Ngomongin apa aja?”

“Nggak tahu nih. Dia malah curhat ke aku. Nggak jelas banget kan? Hehehe.”

“Memangnya dia curhat tentang apa?”

“Ih kamu mau tau aja sih. Kan ini rahasia aku sama Leo.”

“Yah kok gitu sih?”

“Iya dong. Leo kan curhatnya ke aku, jadi kamu nggak perlu tahu.”

“Oh.”

            Aku malas melanjutkan percakapan menyebalkan itu. Karena aku tahu Mutia tidak akan memberitahukan apa yang Leo ceritakan kepadanya. Jadi ya sudahlah. Lebih baik aku lupakan saja. Daripada membuatku semakin penasaran. Ya, aku menyukai Leo. Tidak tau sejak kapan. Tiba – tiba perasaan itu muncul tanpa diundang. Akan tetapi aku takut. Aku takut perasaan ini hanya akan membuatku sakit hati. Apalagi kami sudah kelas IX. Dan jika kami lulus nanti, kemungkinan besar kami tidak akan bertemu lagi. Oleh karena itu, aku tidak mau terlalu mengharapkannya. Biarkan perasaan ini mengalir dan menghilang dengan sendirinya. Dan kuharap perasaan ini dapat hilang secepatnya. Tiba – tiba handphone-ku berbunyi. Ternyata dari Mutia.

“Leo nge-wink aku!”

“Terus? Apa urusannya sama aku?”

“Ya nggak ada sih. Kamu kan bukan siapa – siapanya.”

“Ya kamu benar. Aku memang bukan siapa – siapanya.”

“Ih Lesya. Leo tuh anaknya penurut ya. Hahaha. Baik lagi.”

            Aku tidak membalasnya. Aku bingung mengapa Mutia menjadi menyebalkan seperti itu. Apa dia mulai suka sama Leo? Tapikan dia sudah tahu kalau aku menyukai Leo. Apa……… ah sudahlah. Tidak ada gunanya aku memikirkannya. Lebih baik aku tidur. Karena besok adalah hari Senin. Aku segera mempersiapkan semuanya untuk besok. Dan sekarang aku sudah ada di tempat tidur. Aku terus memikirkan Mutia. Dia sukses membuat perasaanku menjadi kacau mala mini. Dan tanpa terasa, aku sudah terlelap…………

***
            “Ih tidak tahu diri sekali sih Mutia.” Itulah yang dikatakan Timeh setelah aku menceritakan kejadian semalam kepadanya. “Aku juga tidak mengerti, Meh. Aku takut. Aku takut nanti jadi masalah lagi.” Kataku. “Kenapa sih dia selalu membuat masalah? Pertama, sama Lila. Kedua, sama Paras. Ketiga, sama Silmy. Keempat, sama Desty. Dan sekarang sama kamu.” Ujar Timeh. “Terus sekarang aku harus bagaimana Meh?” tanyaku. “Tanya tuh sama Paras.” Jawab Timeh. ternyata dari tadi Paras memperhatikan kami. Aku rindu sekali saat – saat dimana aku menceritakan kesedihanku kepada Paras. Aku paling senang bercerita dengannya. Karena setelah itu, dia selalu berhasih menghiburku.
            “Memangnya ada apa, Meh?” Tanya Paras. “Tanya aja sama Lesyanya langsung. Hehehe.” Jawab Timeh. “Kenapa sih Ley? Ada masalah apa? Cerita dong.” Paksa Paras. Ternyata dia masih peduli denganku. Aku pikir setelah dia menjauh, dia tidak mau lagi mengetahui urusanku. Ternyata aku salah. Tapi aku masih canggung untuk bercerita lagi dengannya. Karena sudah lama sekali kami tidak mengobrol. Berbicara paling yang penting – penting saja. Seperti menanyakan PR, kerja kelompok, dan pinjam alat tulis. “Ayo dong Ley cerita! Aku penasaran nih!” paksa Paras. “Ih aku malu Ras.” Kataku. “Sudah tidak apa – apa.” Paksanya lagi. “Hmm…aku…aku…” aku sengaja menggantung kalimatnya. Aku masih canggung. “Lesya, ayolah! Aku penasaran!” Paksa Paras lagi. “Iya iya aku cerita.” Kataku. “Ya sudah ayo buruan! Aku penasaran  nih!” paksanya lagi. Paras bawel sekali. Apa dia tidak tahu kalau aku masih canggung? Ah dasar Paras. Tapi aku senang bisa mengobrol seperti ini lagi dengannya. “Aku suka sama Leo, Ras. Tapi……” aku sengaja menggantungkan kalimat itu. “Tapi kenapa?” Tanya Paras. “Tapi kayaknya Mutia juga suka sama dia.” Kataku sedih. “Mutia? Lagi – lagi anak itu membuat masalah.” Ucapnya. Aku terdiam. Aku kembali mengingat – ngingat dulu. memang Mutia lah yang paling sering bermasalah di GOLD.
            “Sebenarnya aku dan Silmy menjauhi kamu, Lila, dan Timeh itu karena Mutia, Ley. Biar kami yang mengalah. Kami ingin memberi kalian waktu untuk menyadari keegoisan Mutia. Dia itu belum mengerti arti persahabatan dan tidak bisa menghargai kesempatan, Ley. Kita telah memberinya kesempatan berulang – ulang. Tapi dia juga menyakiti dan mengecewakan kita berulang ulang. Kamu sekarang merasakannya kan, Ley? Tadinya aku mencoba untuk bertahan, Ley. Namun akhirnya aku sadar. Apa yang sedang aku pertahankan? Untuk apa aku bertahan? Memang susah untuk melepasnya, Ley. Melepas semua kenangan kita. Aku sedih kita hanya bisa sampai sini. Padahal sebentar lagi kita lulus. Tapi seharusnya, sahabat itu saling menjaga, bukannya saling menyakiti seperti ini.” Aku menangis mendengar kata – kata yang Paras ucapkan. Semua yang diucapkannya itu benar.
            “Lalu, aku harus bagaimana?” tanyaku. “Tanyalah kepada diri kamu sendiri. Karena hanya kamu yang bisa menentukan bagaimana kamu harus bersikap. Semua pilihan ada ditangan kamu, Ley. Bukan di aku. Di Silmy. Di Timeh. Atau siapapun. Aku tidak bisa memaksamu untuk menjauhi Mutia. Yang dapat aku lakukan hanyalah berdoa agar kamu memilih pilihan yang terbaik.” Jawabnya. Aku menangis makin keras. Paras memelukku. “Aku nggak tahu, Ras. Aku bingung.” Kataku sambil terisak. “Aku mengerti, Lesya. Yang sabar ya. Yang kamu butuhkan hanyalah waktu. Waktu untuk menenangkan diri dan memilih.” Ucap Paras. Aku hanya terdiam.
            “Sudahlah. Ayo kita ganti baju. Sekarang sudah jam pelajaran olah raga tau. Hapus air matamu. Aku tidak mau dimarahi Leo karena telah menangisimu.” Goda Paras. Aku menghapus air mataku dengan punggung tangan sambil tertawa kecil. “Dia tak kan peduli, Ras.” Jawabku dengan nada pahit. “Kalau memang bukan dia. Pasti ada orang di luar sana yang lebih baik darinya.” Sambung Timeh. “Nah, betul itu.” Kata Paras.
            “Oh ya, kata Silmy, dia rindu kalian.” Kata Paras lagi. “Kami juga merindukannya.” Jawab Timeh disertai anggukan dariku. Aku masih belum mau bicara banyak. Aku masih memikirkan bagaimana aku harus bersikap saar bertemu Mutia. Haruskah aku menjauh darinya? Atau aku harus bertingkah seperti tidak pernah terjadi apa – apa? Entahlah. Palaku hampir meledak memikirkannya. Biarlah semuanya berjalan seperti sebagaimana mestinya. Aku percaya Allah pasti menunjukkan jalan yang terbaik untukku.

***
            Pagi ini pagi yang cerah. Angin yang masih sejuk menerpa tubuhku. Aku sudah merasa lebih baik sekarang. Aku tidak mau terlalu lama terperangkap dalam lubang kesedihan. Aku ingin bangkit. Aku ingin menyimpan air mataku untuk hal yang lebih penting. Setidaknya kejadian kemarin membuatku menjadi Lesya yang lebih kuat. Ya, memang selalu ada hikmah dibalik semua masalah. Dan aku yakin semua akan indah pada waktunya. Entah kapan itu, namun aku tetap kan menunggu sampai saat itu datang.
            Aku baru sampai di kelas. Sudah setengah orang yang datang. Aku melihatnya. Maksudku Leo. Namun dia tidak melihatku. Sama seperti perasaanku terhadapnya. Tidak mendapatkan respon. Sudahlah mungkin aku memang harus melupakannya dan fokus terhadap pelajaran. Tiba – tiba Paras menghampiriku. Pasti ada sesuatu yang ingin dia sampaikan. “Lesya kamu tahu tidak?” tanyanya. “Tahu apa? Kamu saja belum memberitahu apa yang sedang kita bicarakan sekarang.” jawabku. Dia terkekeh. “Hehehe maaf deh. Mutia membuat masalah lagi.” Katanya. “Oh ya? Kali ini siapa korbannya? Kuharap dia diberikan kesabaran.” Ucapku asal. “Sahabat barunya yang benjadi korbannya.” Jawab Paras. “Sahabat barunya? Maksudmu…....Tissa?” tanyaku. “Iyalah. Siapa lagi?” tanyanya balik. Aku terdiam. Kenapa Mutia seperti ini? Waktu awal kumengenalnya, aku pikir dia anak yang baik. Ternyata aku salah. Mungkin dulu dia masih mengenakan topeng malaikatnya.
            “Tidak ada yang ingin kamu katakan?” goda Paras. “Tidak ada. Karena aku tidak mau membuang waktuku yang berharga untuk orang yang sama sekali tidak menghargai perasaan orang lain.” Jawabku. “Pilihan yang cukup baik.” Ucap Paras. “Iya dong.” Kataku penuh percaya diri. “Yeee…jangan terbang dulu ya. Nanti jatuhnya sakit loh.” Goda Paras lagi. “Tidak apa – apa. Biar aku tahu rasanya sakit. Sehingga tidak akan menyakiti orang lain.” Jawabku asal. “Yah dia curhat hahaha.” Kata Paras. Aku ikut tertawa. Paras benar. Yang kubutuhkan hanyalah waktu. Aku tidak tahu bagaimana kelanjutannya. Aku hanya harus menjalaninya dan hati – hati. Karena masalah terdapat di setiap sudut. Kuharap aku dapat memilih pilihan yang terbaik dalam mengambil sebuah keputusan. Begitu juga Paras, Lila, Silmy, dan Timeh. Dan untuk Mutia, semoga dia menjadi orang yang lebih baik lagi.

***
Dua belas tahun kemudian…………

            Aku baru saja mendarat di bandara Charles de Gaulle. Tiga hari yang lalu, aku mendapat e-mail dari Timeh yang bertuliskan seperti ini.

“Lesya, datang ya ke pameran lukisanku 3 hari lagi disini. Aku juga mengundang Lila, Paras dan Silmy. Aku sangat mengharapkan kehadiranmu J


            Jadilah aku disini sekarang.  Aku senang sekali hari ini. Karena aku akan bertemu mereka. Ah, aku sudah sangat merindukan mereka. Terakhir aku bertemu mereka adalah di bandara Soekarno-Hatta. Waktu itu kami ingin berangkat ke Universitas kami masing masing. Aku ke Harvard University, US  jurusan kedokteran. Silmy ke University of Cambridge, UK jurusan ilmu politik. Paras ke University of Zurich, Swiss jurusan kedokteran. Timeh ke La Sorbonne University, Perancis jurusan seni. Dan Lila ke Freie Universitat Berlin, Jerman jurusan sastra.  Setelah itu, kami hanya berhubungan melalui e-mail dan skype.
            Sekarang aku sudah sampai dimana pameran lukisan Timeh digelar. Yaitu di Restaurant Jules Verne, Eiffle Tower, Paris, Perancis. Disana sudah ada Timeh, Lila, Paras, dan Silmy. Mereka tidak berubah banyak. Mereka sepertinya mengetahui kedatanganku. Mereka langsung berlari ke arahku dan memelukku. Kami semua menitikkan air mata. Sudah lama sekali kami tidak seperti ini. Kira – kira sudah sekitar 9 tahun-an.
            “Aku kangen banget sama kalian!” seruku. “Kami juga Lesya! Kami juga!” sahut Timeh diiringi anggukan dari Lila, Paras, dan Silmy. “Tumben Lesya yang paling lama datang. Dulu biasanya, Silmy yang paling sering terlambat.” Goda Lila. Kami tertawa. “Orang kan bisa berubah menjadi lebih baik, Lil. Lagipula aku sudah kangen berat sama kalian.” Sangkal Silmy. “Hmm… kami kangen juga gak ya sama kamu?” goda Paras. “Ih jahat.” Kata Silmy. Kami semua tertawa. Aku tidak ingat kapan terakhir kami bercanda seperti ini. Yang pasti sudah sangat lama sekali.
            “Sudah – sudah. Kesana yuk! Sebentar lagi acaranya akan dimulai.” Ajak Timeh. “Memangnya tema lukisannya tentang apa, Meh?” Tanya Lila. “Rahasia dong. Kamu mau tahu banget memangnya?” Goda Timeh dan diiringi dorongan kecil dari Lila. “Lila tidak berubah ya. Masih tetap galak seperti dulu, hehehe.” Kataku. Tak lama kemudian cubitan dari Lila mendarat di lengan kiriku. “Aduh! Sakit tahu, Lil!” seruku sambil mengelus – elus lengan kiriku yang sedang berdenyut – denyut nyeri. “Tadi katamu aku galak. Ya sudah, sekalian saja aku buktikan.” Jawab Lila sambil menjulurkan lidah. “Lagian Lesya ada – ada saja sih. Kan pepatah sudah mengatakan. Jangan membangunkan macan yang sedang tidur, hehehe.” Sambung Paras. “Jadi menurutmu, aku macan gitu?” Tanya Lila sambil menyerang Paras. Namun Paras mencegahnya. “Eits! Nggak kena!” goda Paras. Lila terdiam sambil mencoba menampilkan ekspresi marah. Aku tahu dia hanya bercanda.
            “Lila jangan marah dong. Nanti makin tua loh. Tuh lihat! Sudah mulai tumbuh uban!” goda Silmy. Lila baru akan menyerang Silmy. “Eh nggak! Lila baik kok. Cantik, pinter, ramah. Pokoknya sempurna deh!” kata Silmy cepat – cepat sebelum menjadi korban Lila selanjutnya. Lila terkekeh. Aku tertawa melihatnya. Aku sangat merindukan saat – saat seperti ini. Saat – saat dimana kami bersama – sama.
            Kami duduk di tempat yang sudah dipesan oleh Timeh. kami seperti tamu istimewa pada malam itu. Timeh berjalan ke depan. Sekarang dia sudah berdiri di belakang microphone. “Selamat malam semuanya. Terima kasih kalian sudah meluangkan waktu untuk datang ke acara peluncuran lukisan saya. Saya juga mau berterima kasih kepada sahabat – sahabat terbaik saya yang duduk di sebelah sana.” Kata Timeh sambil menunjuk kami.
            “Mereka telah menjadi inspirasi terbesar saya. Mereka selalu mendukung saya di saat saya dalam perjalanan meraih impian – impian saya. Mereka selalu siap membantu saya untuk bangkit disaat saya terjatuh. Dan yang paling utama dari semuanya, mereka telah mengajarkan saya tentang arti persahabatan yang sesungguhnya. Hanya itu yang ingin saya sampaikan. Selamat menikmati dan saya harap kalian menyukai karya – karya saya. Terima kasih.” Kira – kira itulah yang Timeh katakan jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia.
            Timeh langsung berjalan menuju kami setelah itu. Kami langsung memeluknya. Kami terharu mendengar kata – kata yang Timeh ucapkan tadi. “Kamu memang selalu membuat kami bangga, Meh.” Ucapku, Lila, Paras, dan Silmy berbarengan. “Kalian juga.” Jawab Timeh sambil tersenyum. Kami menitikkan air mata. Malam ini adalah malam yang menakjubkan. Impian – impian kami telah terkabul. Dan yang paling penting kami tetap bersama. Memang kami tidak berenam, tapi berlima. Kami sudah merelakan Mutia. Kami sama sekali tidak membencinya. Karena dia telah mengajarkan kami untuk merelakan sesuatu dengan ikhlas. Aku sangat beruntung dapat mengenal mereka semua. Mereka sangat berarti dalam hidupku.


~ THE END ~

                Ini cerita tentang persahabatan. Kita memang harus berjuang untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Bertahanlah jika kau masih ingin bertahan. Dan relakanlah jika hal yang kamu pertahankan sudah tidak mungkin lagi untuk dipertahankan. Tuhan akan menuntunmu ke tempat yang lebih baik. Dan pasti ada hikmah dibalik semuanya. Yang kamu perlukan hanyalah berdoa dan tetap berusaha – Lesya Wiradini p.

Nah itu cerpennya. What do you think? Comment please. Thanks for reading. Love u xox

1 comment:

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube